Ketika seluruh dunia mencaci maki Islam dan Muslim saat tragedi serangan 11 September 2001, sebuah situasi yang tak terduga terjadi. Peristiwa itu membuat ramai non-Muslim di seluruh dunia, utamanya di AS, ingin tahu lebih jauh tentang Islam, mereka mempelajarinya dan akhirnya banyak yang masuk Islam. “Blessing in disguise”, sebuah berkah yang tersembunyi, begitu kata pepatah Inggris.
Sekarang, perdebatan Islam dan Muslim kembali menghangat di AS setelah Kongres AS mengabulkan usulan Senator Peter King untuk menggelar rapat dengar pendapat soal meluasnya radikalisasi di kalangan umat Islam Amerika. “Berkah tersembunyi” bukan tak mungkin terjadi lagi, gelombang orang Amerika yang ingin belajar Islam atau masuk Islam akan semakin bertambah.
Salah seorang warga AS yang jadi berminat mempelajari Islam menyusul kontroversi idea Peter King itu adalah seorang pendeta gereja Episkopal bernama Steve Lawler.Dia cuba berpuasa, mempelajari Al-Quran dan melakukan solat untuk memahami agama Islam.
Pada harian St. Louis Post-Dispatch, Pendeta Lawler menyatakan, ia boleh saja cuma duduk dan mempelajari literatur ilmiah tentang Islam. Tapi itu berbeza dengan jika ia mempraktikkan sendiri apa yang diajarkan Islam.
“Anda boleh berpikir tentang melakukan sesuatu, tapi begitu Anda melaksanakannya, Anda benar-benar akan merefleksikannya,” kata Pendeta dari Gereja Episkopal St. Stephen di Ferguson.
Oleh sebab itu, dia mulai solat lima kali sehari dan berpuasa selama satu bulan, seperti puasa bulan Ramadan. Pendeta Lawler juga mempelajari Al-Quran serta tidak minum minuman keras serta tidak makan daging babi yang dilarang dalam ajaran Islam.
Dikecam Gereja
Apa yang dilakukan Pendeta Lawler dikritik dari para pemuka gereja di AS, yang bahkan mengancam akan memecat Lawler dari jabatannya sebagai paderi
“Dia tidak boleh menjadi seorang Kristian sekaligus seorang Muslim. Jika ia memilih untuk menjalankan peribadahan seorang Muslim, maka ia harus melepas identiti kekristianannya dan melepas jawatan paderinya di gereja,” kritik Uskup Bishop George Wayne Smith dan Keuskupan Episkopal di Missouri.
Smith berpendapat, Pendeta Lawler sudah “mempermainkan” agama orang lain dan akan menimbulkan anggapan bahawa dia melecehkan agama lain, dalam hal ini agama Islam.
“Saya meyakini bahawa dia berusaha atau sedang berusaha untuk mencapai pemahaman yang dalam tentang Islam. Itu mengagumkan. Tapi apa yang dilakukannya, dengan berpura-pura sebagai seorang Muslim, itu namanya sudah melecehkan agama lain,” tegas Smith.
Menanggapi kritikan itu, Lawler menyatakan memahami kekhauatiran Uskup Smith. “Saya tahu, saya melangkah ke dalam semua ini, sebagai sebuah penemuan. Apa yang terjadi jadi berbeza dengan yang saya fikir selama ini, dan lebih kaya dari yang saya kira,” jawab Lawler.
Lawler yang juga seorang profesor, mengajar tentang kepemimpin serta organisasi di Universiti Washington ini, sudah lapan tahun menjadi pendeta di Gereja Episkopal. Berbeza dengan gereka yang mengkritiknya, komunitas Muslim di AS menyatakan sama sekali tidak tersinggung dengan apa yang dilakukan Pendeta Lawler.
“Saya fikir itu idea yang bagus untuk memahami Islam dengan lebih baik,” kata Mohammed Ibrahim, ketua direksi Islamic Foundation of Greater St. Louis.
“Kami menerimanya. Semua orang boleh datang dan melihat bagaimana kami solat di masjid dan boleh ikut solat jika mereka mahu,” sambungnya. Siapa tahu hidayah Allah Swt akan segera menghampiri Pendeta Lawler setelah dia merasakan sendiri bagaimana rasanya menjadi seorang muslim.
sumber